Ada kabar baik bagi ekonomi ritel nasional: data terkini menunjukkan bahwa likuiditas serta aktivitas transaksi mulai menunjukkan peningkatan, sehingga pusat perbelanjaan pun tampak lebih hidup dari sebelumnya. Meski demikian, pakar ekonomi dan pemerintah masih mencatat bahwa fenomena “Rojali” (Rojali = Rombongan Jarang Beli) dan “Rohana” (Rohana = Rombongan Hanya Nanya) belum sepenuhnya hilang — melainkan mulai terkoreksi.
Indikasi Peningkatan Aktivitas Transaksi
Bank Indonesia melaporkan bahwa uang beredar (M2) di Indonesia pada Mei 2025 tumbuh sebesar 4,9 % (YoY) menjadi Rp 9.406,6 triliun. Bank Indonesia Angka ini menandakan adanya pertumbuhan likuiditas yang dapat menopang konsumsi masyarakat.
Sementara itu, pertumbuhan ekonomi nasional kuartal II/2025 tercatat sebesar 5,12 % (YoY). Bisnis.com Ekonomi+1 Pemerintah menyoroti bahwa capaian ini — meskipun menggembirakan — tidak serta‑merta menunjukkan bahwa semua kelompok masyarakat telah bangkit dari tekanan daya beli.
“Rojali‑Rohana”: Masih Ada di Latar
Fenomena Rojali‑Rohana sebelumnya digambarkan sebagai indikator bahwa pengunjung mal ramai datang, namun transaksi pembelian tidak signifikan. DPR RI E-Media+1
Fakta:
-
“Rojali” = banyak yang masuk ke mal tetapi jarang membeli,
-
“Rohana” = banyak yang hanya bertanya‑tanya harga atau produk, tanpa transaksi.
Menurut anggota DPR Komisi VI, fenomena ini menunjukkan bahwa banyak masyarakat kelas menengah ke bawah masih menahan pengeluaran karena daya beli belum kuat. DPR RI E-Media
Meski demikian, pihak Bank Indonesia DKI Jakarta menyebut bahwa di wilayah Jakarta sendiri, daya beli masih cukup tahan banting dan fenomena ini tidak berdampak signifikan secara agregat. Bisnis.com Ekonomi
Apa yang Berubah Saat Ini?
Beberapa elemen yang menunjukkan perubahan positif:
-
Likuiditas meningkat → artinya uang mulai “muter” di masyarakat dan sistem keuangan.
-
Aktivitas ritel sedikit pulih: meskipun belum semua, tapi ada sinyal positif bahwa pengunjung mal tidak hanya sebagai “pengunjung pasif”.
-
Pemerintah dan pelaku usaha mulai menyebut bahwa tren “Rojali‑Rohana” bisa beralih ke “Robeli” (Robeli = Rombongan Benar Beli) jika daya beli semakin membaik dan produk dalam negeri semakin kompetitif. Bisnis.com Ekonomi
Namun, Tantangan Masih Ada
Meskipun sinyal pembaikan terlihat, risiko‑risiko berikut tetap menanti:
-
Kelompok masyarakat di desil 1 dan 2 (lapisan ekonomi terbawah) masih sangat rentan. Pemerintah menyebut bahwa capaian pertumbuhan ekonomi belum mencakup semuanya. Antara News
-
Daya beli belum sepenuhnya pulih — sesuai laporan bahwa fenomena Rojali‑Rohana sebenarnya masih ada sebagai bagian dari tekanan ekonomi. detikfinance
-
Kondisi geografi Indonesia yang sangat beragam menyebabkan pemulihan ritel dan konsumsi tidak merata.
-
Sentimen publik dan persepsi bahwa “ramai di mal” tidak sama dengan “belanja lebih besar” — yaitu, kunjungan bisa ramai tetapi konversi pembelian belum maksimal.
Perspektif untuk Konsumen dan Industri
Bagi konsumen, hal ini bisa menjadi peluang: ketika ritel mulai aktif menawarkan promosi, diskon, kerjasama dengan UMKM, penetrasi produk dalam negeri meningkat, maka daya beli dapat terangsang kembali.
Bagi pelaku usaha dan ritel: penting untuk memperhatikan bahwa traffik pengunjung saja tidak cukup — harus disertai strategi untuk meningkatkan konversi, seperti integrasi omnichannel, program loyalitas, pengalaman belanja fizikal + digital, serta penetrasi produk yang sesuai daya beli.
Bagi pemerintah: memerlukan kebijakan yang mendorong daya beli, menjaga stabilitas harga, dan memastikan program bantuan sosial atau stimulus mampu menjangkau lapisan masyarakat yang masih tertinggal.
Kesimpulan
Jadi, meskipun ada kabar gembira bahwa aktivitas uang mulai bergulir kembali di pusat perbelanjaan dan likuiditas meningkat, kita belum bisa menyebut fenomena Rojali‑Rohana benar‑benar hilang. Yang lebih tepat: mereka mulai terkoreksi, namun pemulihan belum merata dan tantangan struktural masih ada.
Jika tren positif ini terus didukung oleh kebijakan yang tepat dan perbaikan daya beli, maka kita bisa berharap bahwa selama 2025‑2026 istilah “Rojali‑Rohana” akan semakin jarang terdengar — dan digantikan oleh “Robeli” yang mencerminkan belanja riil masyarakat yang pulih.
